Nasi Dingin

Benarkah Nasi Dingin Bisa Turunkan Kalori? Ini Penjelasan Dokternya

Benarkah Nasi Dingin Bisa Turunkan Kalori? Ini Penjelasan Dokternya
Benarkah Nasi Dingin Bisa Turunkan Kalori? Ini Penjelasan Dokternya

JAKARTA - Belakangan ini, tren membekukan nasi sebelum dikonsumsi ramai diperbincangkan di media sosial. 

Banyak orang mengemas nasi dalam plastik atau kertas lalu menyimpannya di dalam freezer, kemudian dihangatkan saat ingin dimakan. Praktik ini dianggap lebih praktis, terutama bagi mereka yang ingin menyiapkan makanan dengan cepat dan efisien. 

Selain itu, banyak warganet yang percaya bahwa nasi yang didinginkan memiliki kalori lebih rendah dan lebih sehat dibandingkan nasi hangat. Namun, benarkah klaim tersebut sesuai fakta?

Tren Nasi Dingin di Kalangan Warganet

Fenomena nasi dingin ini muncul karena dianggap dapat mempermudah persiapan makanan. Banyak orang membekukan nasi dalam porsi kecil agar dapat dikonsumsi sewaktu-waktu tanpa harus memasak setiap hari. 

Beberapa juga percaya bahwa dengan cara ini mereka bisa mengatur asupan kalori lebih baik. Di sisi lain, ada yang penasaran apakah suhu rendah pada nasi benar-benar mengubah kualitas nutrisi atau menurunkan kalori secara signifikan. 

Tren ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat memunculkan praktik makanan yang terdengar masuk akal, tetapi perlu penjelasan dari ahli.

Apa Kata Dokter Mengenai Nasi Dingin?

Untuk menjawab keraguan tersebut, dr. Dion Haryadi, seorang praktisi kesehatan, memberikan penjelasan yang berbasis fakta ilmiah. Menurutnya, nasi yang didinginkan memang mengalami perubahan pada kandungan pati di dalamnya, terutama pada jenis yang disebut pati resisten.

“Nasi mengandung dua jenis pati, pati mudah serap dan pati resisten. Nah, proses mendinginkan nasi dapat meningkatkan pati resistennya. Semakin tinggi pati resistennya, semakin lambat lonjakan gula darah saat kita konsumsi karena pati tersebut tidak bisa dicerna oleh tubuh kita,” jelas dr. Dion.

Pati resisten ini memang bisa memperlambat penyerapan gula, sehingga respons glikemik setelah makan menjadi lebih rendah. Namun, dr. Dion menekankan bahwa efek ini tidak otomatis menjadikan nasi dingin lebih rendah kalori.

Kandungan Kalori Nasi Dingin vs Hangat

Berdasarkan data dari Fat Secret, 100 gram nasi putih mengandung sekitar 129 kalori. Nasi yang dibekukan kemudian dipanaskan ulang memang memberikan respon glikemik yang lebih rendah, tetapi perubahan pada jumlah kalori dan pati resisten tidak signifikan.

“Peningkatannya nggak terlalu banyak, dari 0,6 gram per 100 gram jadi 1,6 gram per 100 gram,” tambah dr. Dion.

Artinya, meskipun kandungan pati resisten meningkat, kalori total yang dikonsumsi hampir sama. Jadi, klaim bahwa nasi dingin secara drastis lebih sehat atau lebih rendah kalori tidak sepenuhnya benar. Nasi putih tetap merupakan sumber karbohidrat utama yang harus dikonsumsi dengan porsi seimbang, baik hangat maupun dingin.

Nasi Hangat Tetap Aman dan Sehat

Salah satu hal penting yang ditegaskan dr. Dion adalah bahwa nasi hangat tetap sehat dan aman dikonsumsi. Yang lebih menentukan kesehatan bukan suhu nasi, melainkan bagaimana nasi tersebut dipadukan dengan lauk pauk serta seberapa banyak porsinya.

“Nasi putih hangat juga sama sehatnya kok, asalkan dikonsumsi dengan lauk pauk yang lengkap dan seimbang serta secukupnya,” ujar dr. Dion.

Dengan demikian, masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi nasi hangat karena alasan kalori. Fokus sebaiknya tetap pada porsi dan keseimbangan nutrisi dari makanan yang dikonsumsi.

Manfaat Pati Resisten dari Nasi Dingin

Meski tidak signifikan dalam menurunkan kalori, nasi dingin memang memiliki manfaat dari segi pati resisten. Pati resisten dapat memperlambat penyerapan gula dalam tubuh sehingga tidak terjadi lonjakan gula darah yang drastis. 

Efek ini bisa bermanfaat bagi pengelolaan gula darah, terutama bagi penderita diabetes atau mereka yang sedang mengatur karbohidrat.

Namun, penting untuk diingat bahwa efek ini tidak cukup untuk menjadikan nasi dingin sebagai solusi utama penurunan kalori atau pengelolaan berat badan. Faktor lain seperti pola makan keseluruhan, aktivitas fisik, dan gaya hidup sehat jauh lebih menentukan hasil kesehatan secara keseluruhan.

Tren Media Sosial dan Persepsi Kesehatan

Fenomena nasi dingin juga menunjukkan bagaimana tren di media sosial bisa memengaruhi persepsi masyarakat terhadap makanan. Banyak orang terdorong mengikuti tren karena terdengar “lebih sehat” atau praktis, tanpa memahami fakta ilmiah yang sebenarnya. 

Hal ini bisa memunculkan kesalahpahaman atau mitos, misalnya anggapan bahwa nasi dingin dapat secara drastis menurunkan kalori.

Praktik membekukan nasi tentu tidak salah, terutama untuk alasan efisiensi dan kemudahan. Tetapi klaim kesehatan yang berlebihan tanpa dasar ilmiah dapat menyesatkan masyarakat. Dengan memahami fakta, orang bisa tetap memanfaatkan nasi dingin untuk kepraktisan tanpa mengandalkannya sebagai metode menurunkan kalori.

Tips Konsumsi Nasi yang Seimbang

Menurut dr. Dion, kunci utama menjaga pola makan sehat adalah konsumsi nasi dengan porsi tepat dan disertai lauk pauk yang bergizi. Baik nasi hangat maupun dingin, keduanya tetap sehat jika dikombinasikan dengan sayuran, protein, dan sumber lemak sehat.

Selain itu, mengontrol jumlah nasi yang dikonsumsi juga penting untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil. Dengan memperhatikan keseimbangan porsi, masyarakat dapat tetap menikmati nasi tanpa takut mengonsumsi kalori berlebih.

Tren nasi dingin yang viral di media sosial tidak bisa dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa nasi lebih rendah kalori atau lebih sehat. Kandungan pati resisten memang meningkat, tetapi jumlah kalori secara keseluruhan hampir sama dengan nasi hangat. 

Nasi putih hangat maupun dingin sama-sama bisa menjadi bagian dari pola makan sehat jika dikonsumsi dengan porsi seimbang dan dipadukan dengan lauk bergizi.

Fokus utama sebaiknya tetap pada keseimbangan nutrisi, porsi makan, dan gaya hidup sehat, bukan sekadar teknik penyimpanan tertentu. Dengan memahami fakta ilmiah ini, masyarakat bisa menikmati nasi secara realistis, praktis, dan tetap sehat tanpa terjebak pada mitos populer di media sosial.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index